RIAUBERTUAH.COM – Lembaga Adat Kenegerian Tapung (LAKTA) mempertanyakan surat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kampar ke Presiden Jokowi dan Menkopolhukam terkait klaim lahan tanah ulayat Persukuan Piliang Ganting yang berada di lahan kebun sawit seluas 2.823 hektare yang berada di ulayat Datuk Bandaro Mudo Kenegerian Batu Gajah Tapung yang dikuasai oleh PTPN V (sekarang PTPN IV Sub Holding Palmco).
“Semestinya kita harus baca secara runut tentang status hukum lahan tersebut berada diwilayah mana ? dan statusnya bagaimana ? karena berdasarkan dokumen yang kami terima lahan tersebut berada di Kenegrian Batu Gajah Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atas dasar gugatan Yayasan Lingkungan dan menyatakan penguasaan atas tanah/lahan tersebut tidak dibenarkan hukum berikut penanaman kelapa sawitnya sehingga PTPN V (sekarang PTPN IV Sub Holding Palmco) diwajibkan hukum untuk mengembalikan fungsi lokasi tersebut sesuai peruntukan tata ruangnya/menjadikan kawasan tersebut menjadi hutan kembali dengan cara direboisasi dan sawit diatas lahan tersebut ditebang,” tukas Rais Hasan Piliang (RHP) Dt. Bagindo Mudo selaku Sekretaris LAKTA lewat rilisnya kepada Riaubertuah.com, Jum’at (18/10/2024)
Rais yang juga berprofesi sebagai pengacara ini menyatakan bahwa LAKTA menolak secara keras langkah politik DPRD Kampar yang membuat surat pengaduan ke Presiden Jokowi untuk mengakomodir kepentingan kelompok yang menamakan Ninik Mamak Persukuan Piliang Gantiang yang notabene bukan merupakan anak kemanakan atau berada di wilayah kenegerian Batu Gajah Tapung. Dan juga dengan tegas menyebutkan bahwa lahan tersebut berada dalam wilayah Kenegerian Batu Gajah berarti bahagian dari keulayatan Ninik Mamak di Tapung.
“Dalam waktu dekat Ninik Mamak dan LAKTA akan berkirim surat juga kepada DPRD Kampar dan Presiden untuk menjelaskan duduk masalah yang sebenarnya terjadi berdasarkan dokumen-dokumen yang kami yakini benar,” tegas RHP.
Selanjutnya Rais meminta kepada pihak pengadilan Negeri Bangkinang melanjutkan proses eksekusi terhadap areal tersebut sesuai hukum yang berlaku. Karena menurutnya semua pihak harus menghormati putusan pengadilan karena kesetaraannya sama dengan undang-undang dan mengembalikan fungsi areal tersebut kepada kawasan hutan sesuai putusan pengadilan Negeri Bangkinang serta meminta kepada semua pihak tidak mencampur adukkan antara putusan hukum dengan kepentingan politik kelompok sehingga berpotensi akan menimbulkan konflik hukum baru, apalagi Lembaga DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Masyarakat Kampar yang semestinya mengerti tentang hukum yang berlaku.